CERITA SEJARAH SARIDEN
Saridin yang memiliki nama lain Syekh Jangkung, merupakan salah satu tokoh yang berasal dari daerah Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Indonesia. Berikut ini merupakan hasil tulisan saya mengenai tokoh Saridin/Syekh Jangkung berdasarakan berbagai sumber yang saya rangkum baik dari internet,cerita bapak saya, maupun referensi lain yang telah saya baca.
Selamat membaca dan berikanlah koreksi apabila terdapat kekurangan. Silahkan cantumkan sumber dari blog ini apabila anda mengutipnya. Terima kasih.
SIAPA sebenarnya Saridin itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, warga Pati dan sekitarnya mungkin bisa membaca buku Babad Tanah Jawa yang hidup sekitar awal abad ke-16.
Menurut cerita dari orang tua, Sariden adalah Seorang yang sakti putra dari Kiai dan Nyai Gede Keringan Tayu Pati Jawa Tengah.
Kiai dan Nyai Gede Keringan Tayu Pati mempunyai anak Beranjung dan Saridin.
Menurut cerita orang, Ibu Sariden yaitu nyai Gede Kiringan meninggal ketika melahirkan Sariden.
Kiai Gede Kiringan membesarkan Beranjung dan Sariden dengan penuh kasih sayang, hingga keduanya berumah tangga.
WARISAN POHON DURIAN
Sepeninggal Kiai Gede Kiringan, Beliau mewariskan Sebuah pohon Durian yang besar dan lebat selalu buahnya.
Selama bertahun-tahun mereka pun bersepakat membagi hasil penjualan buah durian itu secara adil untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga masing-masing. Akan tetapi, Branjung merasa tak puas dan ingin memiliki hasil sebanyak-banyaknya dari pohon itu.
Pada suatu hari, berkatalah Beranjung kepada Saridin. “Adikku, mulai sekarang kita menjual durian itu sendiri-sendiri supaya tidak repot menghitungnya. Kamu berhak menjual seluruh durian yang jatuh di malam hari, Dan kakak akan menjual seluruh durian yang jatuh setiap siang hari.
Saridin tahu bahwa itu adalah akal-akalan beranjung untuk menguasai seluruh pohon durian, Tapi dengan keikhlasan hati dan doa supaya keberkahan pohon durian tersebut Sariden menyetujuinya.
Hingga pada suatu malam pada saat Sariden menjaga jatuhnya buah Durian tiba-tiba dia di ganggu oleh sesosok binatang buas di kegelapan malam itu. Sesosok Macan mengaum-ngaum menakut -nakuti Sariden.
Sariden tidak takut akan auman Macan tersebut malah ia mendekatinya dengan membawa bambu runcing.Tanpa pikir panjang langsung saja Sariden melempar bambu runcing ke tubuh si Macan tersebut.
Setelah si Macan mati di dekatilah oleh Sariden. Kaget lah sariden bukan kepalang setelah didapatinnya si Macan tersebut adalah Beranjung.
Mendengar akan berita tentang Sariden membunuh Beranjung, Dipanggilah Sariden kekadipaten Pati untuk menerima hukuman. Waktu itu adhipati Pati adalah Wasis Jaya Kusumo. Pada waktu menerima hukuman dari adhipati Pati, Sariden bersikeras untuk mengelaknya karena yang di bunuhnya bukan saudaranya Beranjung melainkan seekor Macan. Tapi tetap saja adipati Pati menghukum Sariden.
Pada saat mau di gantung Sariden bertanya kepada adipati pati
"Adipati apa nanti saya setelah di ikat dan gantung apakah saya di lepaskan".
Berfikirlah adipati dalam hati setelah di gantung paling di lepas untuk di kuburkan hemmm.
"Ya setelah kamu di gantung kamu akan saya lepaskan".
"Terima kasih adipati" jawab Sariden
Dengan kesaktiannya yang dimiliki Sariden pada waktu di ikat, Dengan ilmu sirepnya saat di ikat dia ikut mengikat dirinya sendiri tanpa di sadari perajurit yang mengeksekusinya. Begitu juga pada saat di gantung dengan kesaktiannya dia malah nyante dengan leher terikat tali tampa pijakan ngegantungan. Setelah digantung lama dan tidak mati-mati, sesuai ucapan adipati beliaupun melepaskan Sariden. Tapi Sariden tetap dihukum dengan kurungan(penjara). Setelah lama dikurung Sariden tidak betah. dan merasa tidak adil, Sariden melarikan diri.
BERGURU DI KUDUS DENGAN SUNAN KUDUS
Dalam pelariannya Sariden merantau ke daerah Kudus, Disana dia menemukan seorang guru yang hebat yaitu Sunan Kudus. Sariden nyantri di pondok pesantren Sunan Kudus.
Di Kudus Sariden melakukan hal yang aneh-aneh yang membuat jengkel sunan kudus. Dia merasa lebih pintar dari santri-santri pintar yang sudah nyantri lama.
Suatu ketika di tanyalah Sariden oleh Sunan Kudus
"Apa saben banyu iku mesti ana iwaké, Din (Apakah setiap yang ada airnya ada Ikannya Den, Sariden)"
Sariden "Wonten pak Kiai Sunan (Ada Pak kiai Sunan)"
Mendengar jawaban dari Sariden diutuslah salah satu santri untuk mengaambil buah Kelapa dari pohonya, Setelah di belah Kelapa tersebut kagetlah semua santri ketika di dalam kelapa itu ada ikannya.
Tidak hanya itu, Pada saat kebagian jatah mengisi kulah atau bak buat berwudhu para santri. Karena tidak kebagian tempat air buat ngangsu(mengisi air dibak/kolam) dia meminjam ke santri lain. tapi tetap saja Sariden tidak mendapatkannya, malahan ada santri yang mengejek Sariden untuk ngangsu memakai keranjang bambu. Karena bingung diambil lah keranjang itu yang secara logika tidak mungkin bisa untuk mengangkut air. Tapi yang namanya Sariden dia bisa mengangkut air dengan keranjang sementara santri lain menggunakan ember.
Akibat Sariden dianggap suka melakukan onar, aneh-aneh dan pamer kesaktian kepada para santri, Akan diusirlah dia dari pesantren Sunan Kudus dan tidak boleh kembali ke situ lagi.
Sebelum itu juga Sariden melakukan hal yang membuat geger pesantren, tidak tanggung-tanggung
pada malam hari Sariden sembunyi masuk kedalam kakus/sapitank pesantren wanita, Sampai pagi harinya ada seorang santri wanita yang mau buang hajat, malah Sariden sengaja menyodok alat kelamin santri tersebut dengan sebatang kayu, karena kaget berteriaklah santriwati tersebut dan membuat geger seluruh pesantren. Sariden dialporkan kepada Sunan Kudus. Sariden melarikan diri dari pesantre. Sariden jadi buronan lagi.
BERTEMU SYEH MALAYA(SUNAN KALIJAGA)
Dalam pelariannya Sariden bertemu dengan Syeh Malaya (Sunan Kalijaga). Dia menceritakan semua kesalahan-kesalahan dan pelariannya tersebut.
Disuruhlah sariden untuk sadar dan bertaubat. Sunan Kalijaga mengutus Sariden agar belajar Tasawuf dan bertapa di lautan.
Oleh Sunan Kalijaga di ikatlah badan Sariden dengan dua buah kelapa(kelopo sekantet) supaya tetap terapung.
PERJALANAN SARIDEN DI LARUNG KE LAUT DENGAN KELAPA DAN POHON JATI
DI SUMATRA
Konon dalam pelarungan nya Sariden singgah di Sumatra sampai membuat heboh raja Sumatra.ia membawa buah kelapa menyebrangi lautan menuju pulau Sumatra, merapat di sebuah Kerajaan di Sumatra yang belum menjadi wilayah Mataram, Raja tersebut menganggap remeh Sultan Agung. Saridin menyela omongan Raja Sumatra, ia merasa terpanggil sebagai seorang yang sama-sama dari Tanah Jawa. Dia mengaku sebagai hamba Mataram yang mau menguji kesaktian dengan raja Sumatra.
“aku bisa menghitung kekuatan pasukan Minangkabau, yang paduka gelar di alun-alun kerajaan” Ribuan pasukan yang telah siap siaga untuk melawan Sultan Agung Mataram.
“ya, coba kalau bisa kamu menghitung ribuan pasukanku dengan tepat, aku akan mengaku kalah sama kamu, Saridin”. Saridin melesat dengan cepat ke atas, berlari dari ujung ke ujung tombak yang mengacung ke langit. Semua dihitung dengan cepat seperti kilat. Ia berada dihadapan Raja Minangkabau dengan menebak jumlah pasukan yang berbaris. Raja Minangkabau tertunduk, bergetar dan ciut nyalinya menghadapi kesaktian Saridin, seketika itu Raja Minangkabau takluk dihadapan Saridin, namun Saridin tidak menerima sembah bekti, ia menyarankan untuk tunduk kepada Sultan Agung saja, sebab Saridin adalah salah satu hamba dari Mataram. Dengan demikian Raja Minangkabau tunduk-takluk kepada Sultan Agung tanpa perlawanan sama sekali.
DI TANAH NGERUM
Sariden juga singgah di tanah Ngerum.Ia bertemu dengan penguasa kerajaan Ngerum, karena kecerdikannya dalam berdoplomasi dengan Penguasa Ngerum, maka ia diangkat menjadi penasehat Raja Ngerum, namun Saridin tidak betah untuk tinggal di kerajaan dengan malas-malasan, ia mohon pamit kepada penguasa Ngerum untuk melanjutkan perjalanan, sebelum berangkat penguasa Ngerum memberikan surat Kanjengan yang menetapkan Saridin sebagai Syeh. Sehingga namanya diganti Syeh Jangkung.
BERTEMU BAJAK LAUT
Saridin melanjutkan perjalanannya lewat laut dengan masih membawa daun Jati dan buah Kelapa, ditengah perjalanan ia dihadang oleh sekelompok Bajak laut yang mau merampok, namun para perampok itu dibuat tak berdaya oleh Saridin, bahkan mereka bertaubat untuk menjadi murid Saridin. Saridin alias Syeh Jangkung memerintahkan muridnya yang bekas Bajak Laut untuk mengamankan wilayah pelayaran laut Jawa.
LARUNGAN KE MANCANEGARA
Saridin kembali ke Jawa untuk menemui Ketip Trangkil ia diajak berpetualang ke mancanegara, daerah pertama yang disinggahi adalah Cirebon dengan daun Jati dan buah Kelapa, sesampai di kerajaan Cirebon, Ia merapat bersama Ketib Trangkil. Di wilayah tersebut telah terjadi pagebluk(musim penyakit yang mematikan /penyakit epidemi. jaman dulu banyak mengaitkan dengan virus yang di sebarkan oleh tikus yang mematikan). Sultan Cirebon memerintahkan prajuritnya untuk mengumumkan sayembara, namun semua orang yang ikut menenangkan Cirebon tidak ada yang berhasil menyirnakan Pagebluk. Sultan Cirebon mengajak prajuritnya mencari orang yang dapat mengusir pagebluk ini. Suatu ketika Ia bermimpi bahwa ada seseorang yang mampu menyembuhkan Pagebluk adalah orang yang berada di Sungai besar dengan membawa Kelapa.Di sungai tersebutlah sultan menemukan Sariden.
Akhirnya Saridin memberi satu bathok air untuk diminum seluruh rakyat Cirebon. Banyak yang tidak percaya apakah cukup dengan air sebatok kelapa bisa diminum seluruh rakyat, Saridin meyakinkan orang cirebon bahwa airnya cukup. Dan kehendak tuhan yang maha esa selamatlah orang Cirebon dari pagebluk. Saridin dikawinkan dengan putri Cirebon, namun Saridin tidak betah untuk tinggal di keraton,Ia mau berpetualang menemukan orang yang digdaya.
Sariden melanjutkan perjalanan nya mengarungi mancanegara.
Nama Saridin melambung di jagat pelayaran dan para pedagang lintas pulau, selain sakti mandraguna, ia juga dikenal sebagai ahli berdakwah Agama Islam. Beramal ibadah, membantu rakyat yang kesulitan kaum du’afa dan para fakir-miskin. Ketenaran Saridin sampai ke wilayah Mataram.
SARIDEN KE MATARAM
Saridin dan Kethib Trangkil berangkat ke Metaram mau bertemu dengan Sultan Agung, namun ditengah perjalanan ia bertemu rombongan Prajurit Mataram di hutan, Saridin yakin bahwa Sultan Agung sedang berburu, maka Saridin Sama Khetib Trangkil keluar dari persembunyiannya, setelah keduanya keluar segera ditangkap oleh Adipati Mataram dan ditanyai
“Kamu siapa? Disini mau pamer kesaktian dihadapan Sultan Mataram Ya?, Kamu berdua saya tangkap!”
mereka berdua ditangkap dan dihadapkan pada Sultan Agung. Kemudian mereka diajak adu teka-teki dengan Sultan Mataram, bila mereka berhasil menjawab pertanyaannya maka mereka lolos dari hukuman.
“Apa yang dimaksud kalimah Sahadat, Din”
Saridin memanjat pohon kelapa tinggi kemudian jatuh ketanah “Jebluk” ini dilakukan berulang kali ketika Sultan Agung menanyai tentang Kalimat Sahadat. Hal ini membuat Sultan Agung heran.
“kenapa kamu ketika aku Tanya Kalimat Sahadat, kamu malah jatuh dari pohon kelapa yang sangat tinggi”
“Kalimat Sahadat adalah buah tekad yang jatuh, sampai matipun kita kan bertekad membawa kalimah sahadat”
“O, gitu ternyata kamu cerdik, aku mengaku kalah pertanyaan sudah bisa kamu tebak, sekarang gantian kamu, apa pertanyaanmu Din?”
Saridin mengambil bulu ayam untuk orek-orek, dimanakah hilangnya orek-orek ini ?” Sultan Mataram tidak mengerti dan menyerah
“Hilangnya di mata, coba kalau mata ini ditutupi, atau misalnya matanya buta pasti kan gak bisa lihat demikian pula kalau belajar agama tidak disertai dengan membuka mata, maka akan sia-sia belajar agama”
Akhirnya Sultan Agung mengakui kehebatan Saridin sehingga diangkat menjadi saudara dengan Sultan Agung dan dikawinkan putri Retno Jinoli yang bahu lawean(siapa saja yang menikahi dan berhubungan dengannya akan mati) . tak hanya itu Sariden juga sering ikut dalam musyawarah serta ikut membantu mengalahkan musuh-musuh Mataram. ikut mengalahkan raja jin di alas roban.
PULANG KE PATI JAWA TENGAH
Saridin pulang ke Pati. Di pati dia tinggal di daerah (Kayen) kampung Miyono. Di sana Sariden memelihara seekor kerbau jantan. Kerbau besar dan bertanduk melengkung ke bawah, diberi nama Kebo Dhungkul Landhoh/Pragolo.
Konon kerbau tersebut berasal dari daerah NGETUK Pakis Tayu pati dekat daerah Sariden dia kecil. Konon juga disana rumah atau sesuatu acara jika menghadap ke peninggalan kebo tersebut selalu terjadi hal yang magis dan di luar akal bahkan bala.
di Miyono Sariden mendirikan pesanteren dan bekerja sebagai petani. Kebo Dhungkul Landhoh digunakan untuk membajak tanah pertanian.
Di Miyono Pesantren yang didirikan Sariden, dengan cepat menyebar ke seluruh plosok pati. sampai terdengar oleh Sunan Kudus, dan di undang oleh Sunan Kudus untuk silaturahmi.
CERITA KEBO DHUNGKUL LANDHOH(PRAGOLO)
Dalam bertani Sariden di bantu oleh anaknya Momok. Kebo Dhungkul Landhoh selalu menjadi pembajak tanah pertaniannya.
Sampai suatu ketika Kebo tersebut tersungkur. konon karena Saridin berdoa untuk memberikan sebagian umurnya kepada binatang tersebut. Dengan demikian, bila suatu saat Saridin meninggal kebo tersebut juga akan meninggal.Hingga usia Saridin uzur, kerbau itu masih tetap kuat untuk membajak di sawah. Ketika Syeh Jangkung dipanggil menghadap Yang Kuasa, kerbau tersebut harus disembelih. Yang aneh, meski sudah dapat dirobohkan dan pisau tajam digunakan menggorok lehernya, ternyata tidak mempan.
Bahkan, kerbau itu bisa kembali berdiri. Kejadian aneh itu membuat Momok kaget dan memberikan senjata peningggalan ayahnya Sariden.Dengan senjata itu, leher kerbau itu bisa dipotong, kemudian dagingnya diberikan kepada para pelayat.
Menurut cerita ada serombongan pedagang yang singgah dan bermalam di daerah Pati.
Di dalam perjalanan hendak pulang, salah seekor sapi pedagang tersebut mengamuk. Melihat hal ini, segeralah sapi tersebut dikepung. Akibat mengamuknya sapi yang kesetanan itulah banyak korban berjatuhan. Sehinggan diputuskan untuk membunuh sapi itu. Namun saat di tombak, ternyata sapi itu tidak mempan. Bahkan kulitnya tidak sedikitpun lecet oleh senjata tajam.
Dalam kepanikan yang mencekam, beruntung, karena kelelahan sapi dapat ditangkap. segeralah diikat kuat-kuat sapi tersebut denagn tali. setelah di selidiki kebalnya sapi tersebut yang ternyata adalah adanynya sabuk yang di pakai untuk mengikat barang dagangan. Setelah di selidiki juga ternyata iyu adalah kulit kebo Landoh yang sempat di berikan pada pedagang itu. Dari pengalaman inilah, Masyarakat Pati beranggapan bahwa yang menjadi kebal adalah kulit dari Kebo landoh. Kemudian kulit kebo Landoh di potong kecil-kecil dan bagi-bagikan sisa kulit (lulang-Jawa) Kebo landoh pada seluruh masyarakat untuk disimpan. Dan sampai sekarang sangat terkenal se antero Jawa kulit Kebo Dhungkul Landhoh sebagai alat pendel anti bacok dan tembak.
MAKAM SARIDEN
Makam Saridin berada di bawah pengelolaan Yayasan Syeh Jangkung, tepatnya di Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Indonesia. Dengan akte notaris nomor 23 tahun 1995, Makam Syeh Jangkung didaulat sebagai "maqbaroh umum" umat Islam. Dengan demikian, siapa saja boleh datang berziarah dan mendoakan Syeh Jangkung.
Hampir setiap hari makam Syeh Jangkung dipadati oleh pengunjung yang hendak berziarah dan sebagai wisata sejarah untuk mengingat histori tokoh Pati bernama Saridin yang kemudian dapat dijadikan teladan tentang perjalan menuju kebaikan
.Makam Syeh Jangkung sepintas terlihat berlokasi di tengah area persawahan, namun setelah kita masuk, di sana terdapat pemukiman penduduk yang sangat padat. Makam Syeh Jangkung juga terdapat pohon raksasa besar yang bisa jadi digunakan sebagai penanda bagi peziarah yang belum pernah berkunjung ke Makam Syeh Jangkung.
BY edit n write:M.A.H.Ass pati
Saridin yang memiliki nama lain Syekh Jangkung, merupakan salah satu tokoh yang berasal dari daerah Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Indonesia. Berikut ini merupakan hasil tulisan saya mengenai tokoh Saridin/Syekh Jangkung berdasarakan berbagai sumber yang saya rangkum baik dari internet,cerita bapak saya, maupun referensi lain yang telah saya baca.
Selamat membaca dan berikanlah koreksi apabila terdapat kekurangan. Silahkan cantumkan sumber dari blog ini apabila anda mengutipnya. Terima kasih.
SIAPA sebenarnya Saridin itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, warga Pati dan sekitarnya mungkin bisa membaca buku Babad Tanah Jawa yang hidup sekitar awal abad ke-16.
Menurut cerita dari orang tua, Sariden adalah Seorang yang sakti putra dari Kiai dan Nyai Gede Keringan Tayu Pati Jawa Tengah.
Kiai dan Nyai Gede Keringan Tayu Pati mempunyai anak Beranjung dan Saridin.
Menurut cerita orang, Ibu Sariden yaitu nyai Gede Kiringan meninggal ketika melahirkan Sariden.
Kiai Gede Kiringan membesarkan Beranjung dan Sariden dengan penuh kasih sayang, hingga keduanya berumah tangga.
WARISAN POHON DURIAN
Sepeninggal Kiai Gede Kiringan, Beliau mewariskan Sebuah pohon Durian yang besar dan lebat selalu buahnya.
Selama bertahun-tahun mereka pun bersepakat membagi hasil penjualan buah durian itu secara adil untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga masing-masing. Akan tetapi, Branjung merasa tak puas dan ingin memiliki hasil sebanyak-banyaknya dari pohon itu.
Pada suatu hari, berkatalah Beranjung kepada Saridin. “Adikku, mulai sekarang kita menjual durian itu sendiri-sendiri supaya tidak repot menghitungnya. Kamu berhak menjual seluruh durian yang jatuh di malam hari, Dan kakak akan menjual seluruh durian yang jatuh setiap siang hari.
Saridin tahu bahwa itu adalah akal-akalan beranjung untuk menguasai seluruh pohon durian, Tapi dengan keikhlasan hati dan doa supaya keberkahan pohon durian tersebut Sariden menyetujuinya.
Hingga pada suatu malam pada saat Sariden menjaga jatuhnya buah Durian tiba-tiba dia di ganggu oleh sesosok binatang buas di kegelapan malam itu. Sesosok Macan mengaum-ngaum menakut -nakuti Sariden.
Sariden tidak takut akan auman Macan tersebut malah ia mendekatinya dengan membawa bambu runcing.Tanpa pikir panjang langsung saja Sariden melempar bambu runcing ke tubuh si Macan tersebut.
Setelah si Macan mati di dekatilah oleh Sariden. Kaget lah sariden bukan kepalang setelah didapatinnya si Macan tersebut adalah Beranjung.
Mendengar akan berita tentang Sariden membunuh Beranjung, Dipanggilah Sariden kekadipaten Pati untuk menerima hukuman. Waktu itu adhipati Pati adalah Wasis Jaya Kusumo. Pada waktu menerima hukuman dari adhipati Pati, Sariden bersikeras untuk mengelaknya karena yang di bunuhnya bukan saudaranya Beranjung melainkan seekor Macan. Tapi tetap saja adipati Pati menghukum Sariden.
Pada saat mau di gantung Sariden bertanya kepada adipati pati
"Adipati apa nanti saya setelah di ikat dan gantung apakah saya di lepaskan".
Berfikirlah adipati dalam hati setelah di gantung paling di lepas untuk di kuburkan hemmm.
"Ya setelah kamu di gantung kamu akan saya lepaskan".
"Terima kasih adipati" jawab Sariden
Dengan kesaktiannya yang dimiliki Sariden pada waktu di ikat, Dengan ilmu sirepnya saat di ikat dia ikut mengikat dirinya sendiri tanpa di sadari perajurit yang mengeksekusinya. Begitu juga pada saat di gantung dengan kesaktiannya dia malah nyante dengan leher terikat tali tampa pijakan ngegantungan. Setelah digantung lama dan tidak mati-mati, sesuai ucapan adipati beliaupun melepaskan Sariden. Tapi Sariden tetap dihukum dengan kurungan(penjara). Setelah lama dikurung Sariden tidak betah. dan merasa tidak adil, Sariden melarikan diri.
BERGURU DI KUDUS DENGAN SUNAN KUDUS
Dalam pelariannya Sariden merantau ke daerah Kudus, Disana dia menemukan seorang guru yang hebat yaitu Sunan Kudus. Sariden nyantri di pondok pesantren Sunan Kudus.
Di Kudus Sariden melakukan hal yang aneh-aneh yang membuat jengkel sunan kudus. Dia merasa lebih pintar dari santri-santri pintar yang sudah nyantri lama.
Suatu ketika di tanyalah Sariden oleh Sunan Kudus
"Apa saben banyu iku mesti ana iwaké, Din (Apakah setiap yang ada airnya ada Ikannya Den, Sariden)"
Sariden "Wonten pak Kiai Sunan (Ada Pak kiai Sunan)"
Mendengar jawaban dari Sariden diutuslah salah satu santri untuk mengaambil buah Kelapa dari pohonya, Setelah di belah Kelapa tersebut kagetlah semua santri ketika di dalam kelapa itu ada ikannya.
Tidak hanya itu, Pada saat kebagian jatah mengisi kulah atau bak buat berwudhu para santri. Karena tidak kebagian tempat air buat ngangsu(mengisi air dibak/kolam) dia meminjam ke santri lain. tapi tetap saja Sariden tidak mendapatkannya, malahan ada santri yang mengejek Sariden untuk ngangsu memakai keranjang bambu. Karena bingung diambil lah keranjang itu yang secara logika tidak mungkin bisa untuk mengangkut air. Tapi yang namanya Sariden dia bisa mengangkut air dengan keranjang sementara santri lain menggunakan ember.
Akibat Sariden dianggap suka melakukan onar, aneh-aneh dan pamer kesaktian kepada para santri, Akan diusirlah dia dari pesantren Sunan Kudus dan tidak boleh kembali ke situ lagi.
Sebelum itu juga Sariden melakukan hal yang membuat geger pesantren, tidak tanggung-tanggung
pada malam hari Sariden sembunyi masuk kedalam kakus/sapitank pesantren wanita, Sampai pagi harinya ada seorang santri wanita yang mau buang hajat, malah Sariden sengaja menyodok alat kelamin santri tersebut dengan sebatang kayu, karena kaget berteriaklah santriwati tersebut dan membuat geger seluruh pesantren. Sariden dialporkan kepada Sunan Kudus. Sariden melarikan diri dari pesantre. Sariden jadi buronan lagi.
BERTEMU SYEH MALAYA(SUNAN KALIJAGA)
Dalam pelariannya Sariden bertemu dengan Syeh Malaya (Sunan Kalijaga). Dia menceritakan semua kesalahan-kesalahan dan pelariannya tersebut.
Disuruhlah sariden untuk sadar dan bertaubat. Sunan Kalijaga mengutus Sariden agar belajar Tasawuf dan bertapa di lautan.
Oleh Sunan Kalijaga di ikatlah badan Sariden dengan dua buah kelapa(kelopo sekantet) supaya tetap terapung.
PERJALANAN SARIDEN DI LARUNG KE LAUT DENGAN KELAPA DAN POHON JATI
DI SUMATRA
Konon dalam pelarungan nya Sariden singgah di Sumatra sampai membuat heboh raja Sumatra.ia membawa buah kelapa menyebrangi lautan menuju pulau Sumatra, merapat di sebuah Kerajaan di Sumatra yang belum menjadi wilayah Mataram, Raja tersebut menganggap remeh Sultan Agung. Saridin menyela omongan Raja Sumatra, ia merasa terpanggil sebagai seorang yang sama-sama dari Tanah Jawa. Dia mengaku sebagai hamba Mataram yang mau menguji kesaktian dengan raja Sumatra.
“aku bisa menghitung kekuatan pasukan Minangkabau, yang paduka gelar di alun-alun kerajaan” Ribuan pasukan yang telah siap siaga untuk melawan Sultan Agung Mataram.
“ya, coba kalau bisa kamu menghitung ribuan pasukanku dengan tepat, aku akan mengaku kalah sama kamu, Saridin”. Saridin melesat dengan cepat ke atas, berlari dari ujung ke ujung tombak yang mengacung ke langit. Semua dihitung dengan cepat seperti kilat. Ia berada dihadapan Raja Minangkabau dengan menebak jumlah pasukan yang berbaris. Raja Minangkabau tertunduk, bergetar dan ciut nyalinya menghadapi kesaktian Saridin, seketika itu Raja Minangkabau takluk dihadapan Saridin, namun Saridin tidak menerima sembah bekti, ia menyarankan untuk tunduk kepada Sultan Agung saja, sebab Saridin adalah salah satu hamba dari Mataram. Dengan demikian Raja Minangkabau tunduk-takluk kepada Sultan Agung tanpa perlawanan sama sekali.
DI TANAH NGERUM
Sariden juga singgah di tanah Ngerum.Ia bertemu dengan penguasa kerajaan Ngerum, karena kecerdikannya dalam berdoplomasi dengan Penguasa Ngerum, maka ia diangkat menjadi penasehat Raja Ngerum, namun Saridin tidak betah untuk tinggal di kerajaan dengan malas-malasan, ia mohon pamit kepada penguasa Ngerum untuk melanjutkan perjalanan, sebelum berangkat penguasa Ngerum memberikan surat Kanjengan yang menetapkan Saridin sebagai Syeh. Sehingga namanya diganti Syeh Jangkung.
BERTEMU BAJAK LAUT
Saridin melanjutkan perjalanannya lewat laut dengan masih membawa daun Jati dan buah Kelapa, ditengah perjalanan ia dihadang oleh sekelompok Bajak laut yang mau merampok, namun para perampok itu dibuat tak berdaya oleh Saridin, bahkan mereka bertaubat untuk menjadi murid Saridin. Saridin alias Syeh Jangkung memerintahkan muridnya yang bekas Bajak Laut untuk mengamankan wilayah pelayaran laut Jawa.
LARUNGAN KE MANCANEGARA
Saridin kembali ke Jawa untuk menemui Ketip Trangkil ia diajak berpetualang ke mancanegara, daerah pertama yang disinggahi adalah Cirebon dengan daun Jati dan buah Kelapa, sesampai di kerajaan Cirebon, Ia merapat bersama Ketib Trangkil. Di wilayah tersebut telah terjadi pagebluk(musim penyakit yang mematikan /penyakit epidemi. jaman dulu banyak mengaitkan dengan virus yang di sebarkan oleh tikus yang mematikan). Sultan Cirebon memerintahkan prajuritnya untuk mengumumkan sayembara, namun semua orang yang ikut menenangkan Cirebon tidak ada yang berhasil menyirnakan Pagebluk. Sultan Cirebon mengajak prajuritnya mencari orang yang dapat mengusir pagebluk ini. Suatu ketika Ia bermimpi bahwa ada seseorang yang mampu menyembuhkan Pagebluk adalah orang yang berada di Sungai besar dengan membawa Kelapa.Di sungai tersebutlah sultan menemukan Sariden.
Akhirnya Saridin memberi satu bathok air untuk diminum seluruh rakyat Cirebon. Banyak yang tidak percaya apakah cukup dengan air sebatok kelapa bisa diminum seluruh rakyat, Saridin meyakinkan orang cirebon bahwa airnya cukup. Dan kehendak tuhan yang maha esa selamatlah orang Cirebon dari pagebluk. Saridin dikawinkan dengan putri Cirebon, namun Saridin tidak betah untuk tinggal di keraton,Ia mau berpetualang menemukan orang yang digdaya.
Sariden melanjutkan perjalanan nya mengarungi mancanegara.
Nama Saridin melambung di jagat pelayaran dan para pedagang lintas pulau, selain sakti mandraguna, ia juga dikenal sebagai ahli berdakwah Agama Islam. Beramal ibadah, membantu rakyat yang kesulitan kaum du’afa dan para fakir-miskin. Ketenaran Saridin sampai ke wilayah Mataram.
SARIDEN KE MATARAM
Saridin dan Kethib Trangkil berangkat ke Metaram mau bertemu dengan Sultan Agung, namun ditengah perjalanan ia bertemu rombongan Prajurit Mataram di hutan, Saridin yakin bahwa Sultan Agung sedang berburu, maka Saridin Sama Khetib Trangkil keluar dari persembunyiannya, setelah keduanya keluar segera ditangkap oleh Adipati Mataram dan ditanyai
“Kamu siapa? Disini mau pamer kesaktian dihadapan Sultan Mataram Ya?, Kamu berdua saya tangkap!”
mereka berdua ditangkap dan dihadapkan pada Sultan Agung. Kemudian mereka diajak adu teka-teki dengan Sultan Mataram, bila mereka berhasil menjawab pertanyaannya maka mereka lolos dari hukuman.
“Apa yang dimaksud kalimah Sahadat, Din”
Saridin memanjat pohon kelapa tinggi kemudian jatuh ketanah “Jebluk” ini dilakukan berulang kali ketika Sultan Agung menanyai tentang Kalimat Sahadat. Hal ini membuat Sultan Agung heran.
“kenapa kamu ketika aku Tanya Kalimat Sahadat, kamu malah jatuh dari pohon kelapa yang sangat tinggi”
“Kalimat Sahadat adalah buah tekad yang jatuh, sampai matipun kita kan bertekad membawa kalimah sahadat”
“O, gitu ternyata kamu cerdik, aku mengaku kalah pertanyaan sudah bisa kamu tebak, sekarang gantian kamu, apa pertanyaanmu Din?”
Saridin mengambil bulu ayam untuk orek-orek, dimanakah hilangnya orek-orek ini ?” Sultan Mataram tidak mengerti dan menyerah
“Hilangnya di mata, coba kalau mata ini ditutupi, atau misalnya matanya buta pasti kan gak bisa lihat demikian pula kalau belajar agama tidak disertai dengan membuka mata, maka akan sia-sia belajar agama”
Akhirnya Sultan Agung mengakui kehebatan Saridin sehingga diangkat menjadi saudara dengan Sultan Agung dan dikawinkan putri Retno Jinoli yang bahu lawean(siapa saja yang menikahi dan berhubungan dengannya akan mati) . tak hanya itu Sariden juga sering ikut dalam musyawarah serta ikut membantu mengalahkan musuh-musuh Mataram. ikut mengalahkan raja jin di alas roban.
PULANG KE PATI JAWA TENGAH
Saridin pulang ke Pati. Di pati dia tinggal di daerah (Kayen) kampung Miyono. Di sana Sariden memelihara seekor kerbau jantan. Kerbau besar dan bertanduk melengkung ke bawah, diberi nama Kebo Dhungkul Landhoh/Pragolo.
Konon kerbau tersebut berasal dari daerah NGETUK Pakis Tayu pati dekat daerah Sariden dia kecil. Konon juga disana rumah atau sesuatu acara jika menghadap ke peninggalan kebo tersebut selalu terjadi hal yang magis dan di luar akal bahkan bala.
di Miyono Sariden mendirikan pesanteren dan bekerja sebagai petani. Kebo Dhungkul Landhoh digunakan untuk membajak tanah pertanian.
Di Miyono Pesantren yang didirikan Sariden, dengan cepat menyebar ke seluruh plosok pati. sampai terdengar oleh Sunan Kudus, dan di undang oleh Sunan Kudus untuk silaturahmi.
CERITA KEBO DHUNGKUL LANDHOH(PRAGOLO)
Dalam bertani Sariden di bantu oleh anaknya Momok. Kebo Dhungkul Landhoh selalu menjadi pembajak tanah pertaniannya.
Sampai suatu ketika Kebo tersebut tersungkur. konon karena Saridin berdoa untuk memberikan sebagian umurnya kepada binatang tersebut. Dengan demikian, bila suatu saat Saridin meninggal kebo tersebut juga akan meninggal.Hingga usia Saridin uzur, kerbau itu masih tetap kuat untuk membajak di sawah. Ketika Syeh Jangkung dipanggil menghadap Yang Kuasa, kerbau tersebut harus disembelih. Yang aneh, meski sudah dapat dirobohkan dan pisau tajam digunakan menggorok lehernya, ternyata tidak mempan.
Bahkan, kerbau itu bisa kembali berdiri. Kejadian aneh itu membuat Momok kaget dan memberikan senjata peningggalan ayahnya Sariden.Dengan senjata itu, leher kerbau itu bisa dipotong, kemudian dagingnya diberikan kepada para pelayat.
Menurut cerita ada serombongan pedagang yang singgah dan bermalam di daerah Pati.
Di dalam perjalanan hendak pulang, salah seekor sapi pedagang tersebut mengamuk. Melihat hal ini, segeralah sapi tersebut dikepung. Akibat mengamuknya sapi yang kesetanan itulah banyak korban berjatuhan. Sehinggan diputuskan untuk membunuh sapi itu. Namun saat di tombak, ternyata sapi itu tidak mempan. Bahkan kulitnya tidak sedikitpun lecet oleh senjata tajam.
Dalam kepanikan yang mencekam, beruntung, karena kelelahan sapi dapat ditangkap. segeralah diikat kuat-kuat sapi tersebut denagn tali. setelah di selidiki kebalnya sapi tersebut yang ternyata adalah adanynya sabuk yang di pakai untuk mengikat barang dagangan. Setelah di selidiki juga ternyata iyu adalah kulit kebo Landoh yang sempat di berikan pada pedagang itu. Dari pengalaman inilah, Masyarakat Pati beranggapan bahwa yang menjadi kebal adalah kulit dari Kebo landoh. Kemudian kulit kebo Landoh di potong kecil-kecil dan bagi-bagikan sisa kulit (lulang-Jawa) Kebo landoh pada seluruh masyarakat untuk disimpan. Dan sampai sekarang sangat terkenal se antero Jawa kulit Kebo Dhungkul Landhoh sebagai alat pendel anti bacok dan tembak.
MAKAM SARIDEN
Makam Saridin berada di bawah pengelolaan Yayasan Syeh Jangkung, tepatnya di Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Indonesia. Dengan akte notaris nomor 23 tahun 1995, Makam Syeh Jangkung didaulat sebagai "maqbaroh umum" umat Islam. Dengan demikian, siapa saja boleh datang berziarah dan mendoakan Syeh Jangkung.
Hampir setiap hari makam Syeh Jangkung dipadati oleh pengunjung yang hendak berziarah dan sebagai wisata sejarah untuk mengingat histori tokoh Pati bernama Saridin yang kemudian dapat dijadikan teladan tentang perjalan menuju kebaikan
.Makam Syeh Jangkung sepintas terlihat berlokasi di tengah area persawahan, namun setelah kita masuk, di sana terdapat pemukiman penduduk yang sangat padat. Makam Syeh Jangkung juga terdapat pohon raksasa besar yang bisa jadi digunakan sebagai penanda bagi peziarah yang belum pernah berkunjung ke Makam Syeh Jangkung.
BY edit n write:M.A.H.Ass pati
No comments:
Post a Comment